Selasa, 03 November 2015

Antara Menhub, SPI dan FLIGHT PLAN


Mendengar kegaduhan dan hingar bingar silang pendapat antara Menteri Perhubungan dengan SPI (Solidaritas Pilot Indonesia), (baca : referensi di bawah) maka tergerak saya untuk membuat tulisan ini. Tulisan ini ditujukan bukan untuk menambah kegaduhan tersebut itu sendiri, tetapi lebih banyak ditujukan kepada untuk meningkatkan kesadaran kita tentang pentingnya Keselamatan Penerbangan di Negara Indonesia yang kita cintai ini.

Etika
Sewaktu saya kuliah dan kos di Bandung, saya bebas melakukan aktifitas belajar di luar rumah kos dan pergi kemana saja saya mau tanpa memohon ijin kepada siapapun. Kebiasaan ini terbawa sampai saya pulang berlibur di rumah sendiri di Malang alhasil orangtua saya marah besar karena tidak pamit ke luar rumah dan dianggap melanggar adat istiadat dan kesopanan.

Anak sekolah terlambat pulang ke rumah sampai malam tanpa memberitahu keberadaannya, HPnya pun mati tidak dapat dihubungi, bertanya kesanak family dan ke temannya tidak ada jawaban pasti. Hal ini mengakibatkan kecemasan dan kekhawatiran orang tua karena maraknya perbuatan kriminal akhir akhir ini.

Apabila kita mau keluar kantor pasti harus memohon ijin kepada atasan. Begitu juga dengan Flight Plan, sungguhpun tidak tertulis dengan jelas pakem dan aturannya maka Flight Plan adalah suatu dokumen resmi pernyataan tertulis yang harus dibuat oleh Pilot yang hendak melakukan penerbangan, agar apabila pada suatu ketika timbul masalah penerbangan maka sangat mudah dapat ditanggulangi dan diatasi. Apalagi saat ini peringkat keselamatan penerbangan di Indonesia belum dapat dikatakan Memuaskan jadi Flight Plan perlu dibuat sebelum penerbangan itu dilaksanakan.

Flight Plan
Menurut sifatnya Flight Plan dapat dianggap sebagai :

  1. Merupakan permohonan ijin kepada suatu Otoritas Penerbangan setempat untuk melakukan penerbangan. Alhasil ada suatu ruang tempat tertentu yang dipakai untuk melakukan suatu aktifitas dalam kurun waktu tertentu. Kalau ruang dan waktu tersebut bentrok pemakaiannya oleh orang lain dapat berujung benturan, maka Otoritas Penerbangan setempat berhak untuk mengaturnya.
  2. Merupakan pernyataan dan perjanjian tertulis yang harus ditepati oleh Pilot dan Maskapai Penerbangan, mutlak harus diberitahukan kepada Otoritas Penerbangan setempat kalau ada perubahan dan revisi aktifitas penerbangan.
  3. Tentunya yang paling penting adalah merupakan cerminan untuk meningkatkan dan kepedulian seseorang terhadap Keselamatan Penerbangan itu sendiri. Makanya setiap Flight Plan harus dibuat dan ditanda tangani oleh Pilot yang bersangkutan.

Di dalam Flight Plan berisi :

  1. Asal penerbangan dan tempat tujuan penerbangan beserta rencana waktu keberangkatan. Terkait waktu penggunaan ruang udara.
  2. Ketinggian, Kecepatan rata rata dan waktu tempuh perjalanan, jumlah fuel yang dipakai dan tersedia di pesawat terbang apakah cukup?
  3. Alternatif tempat pendaratan apabila tempat tujuan berhalangan (teknis, cuaca dll.)
  4. Jenis penerbangan Visual, Instrument, Route, Flight path, Area. Terkait waktu penggunaan ruang udara.
  5. Jumlah orang di dalam pesawat (Passenger manifest), jumlah dan macam alat keselamatan terbang, apabila nantinya terkait penyelamatan penumpang.
  6. Nomor Registrasi, Radio komunikasi darurat, Jenis, Warna dan Ciri ciri pesawat terbang, apabila nantinya ada kehilangan pesawat.

Pada umumnya Flight Plan dipakai kalau penerbangan tersebut :

  1. Untuk melintasi wilayah Zone Militer, Restricted area, Negara Lain dan Zone International.
  2. Memakai Instrument navigasi pesawat dan tidak memakai pandangan mata (Visual).
  3. Memakai route penerbangan yang telah ditentukan dan direncanakan (Cross country).

ICAO (International Civil Aviation Organization) telah mengeluarkan aturan tentang pengunaan formulir isian Flight Plan yang harus diisi oleh Pilot Maskapai Penerbangan sebelum melakukan penerbangan dan FAA (Federal Aviation Administration) telah mengadopsi aturan ICAO ini.

Kalau dilihat dari PKPS (Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil) Indonesia yang banyak mengadopsi peraturan FAA maka ada baiknya bahwa aturan tentang penggunaan Flight Plan ini harus dibakukan. Jadi tidak ada lagi nanti bapak Menterinya berkata : “..pilot harus memiliki rencana penerbangan dalam setiap penerbangannya. Ia menjelaskan, jika tidak memiliki rencana terbang, sudah pasti pilot salah dan tidak boleh terbang…”


Tumpang Tindih

Sejak jatuhnya pesawat Air Asia di Selat Karimata yang lalu, maka pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara memperketat Persetujuan Terbang atau Flight Approval yang sudah diterbitkan pada bulan September 2008. Surat persetujuan terbang ini dimaksudkan untuk mengatur kepadatan angkutan udara baik kapasitas maupun frekwensinya.

Dengan adanya Flight Plan dan Flight Approval ini, maka ada dualisme aturan yang mengiringinya dan akan terjadi beberapa butir aturan yang saling Tumpang Tindih. Ini adalah tugas dari Dephub untuk menguraikan aturan aturannya secara jelas dan rinci, sehingga dua aturan ini tidak saling tumpang tindih dan dapat saling melengkapi satu sama lain.
 
Salam untuk semuanya dari Mula Fridus, baca selengkapnya di http://mulafbb.blogspot.co.id/

 

Referensi tulisan (baca:)
Jonan Tantang Otak Gerakan Solidaritas Pilot Muncul ke Publik

Sabtu, 17 Oktober 2015, 07:14 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan berang kepada organisasi yang mengatasnamakan diri sebagai Solidaritas Pilot Indonesia.
Kekesalan Jonan lantaran orang-orang tersebut tidak berani menunjukan jati diri dengan menyebut identitasnya kepada publik.
Jonan sebelumnya didesak meminta maaf atas ucapannya yang dinilai menyalahkan pilot pada kecelakaan pesawat Aviastar dan helikopter PT PAS berapa waktu lalu.
"Tidak ada itu organisasi solidaritas pilot itu siapa. Mereka tidak berani keluarkan nama-namanya (di media), panggil sini," ucapnya di Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (16/10).
Ketidakjelasan organisasi tersebut, ia katakan setelah mengecek data Federasi Pilot Indonesia beberapa waktu lalu. Ternyata, kata Jonan, Federasi Pilot Indonesia tidak mengetahui soal adanya organisasi solidaritas pilot tersebut.
"Orangnya enggak mau muncul. Tulis nama dong (di media) kalau berani," lanjutnya.
Mantan Dirut KAI tersebut menegaskan, dalam insiden kecelakaan Helikopter PT PAS, pilot tidak memiliki rencana terbang atau Flight Plan. Padahal sejatinya, lanjut Jonan, seluruh pilot harus memiliki rencana penerbangan dalam setiap penerbangannya. Ia menjelaskan, jika tidak memiliki rencana terbang, sudah pasti pilot salah dan tidak boleh terbang.
"Maskapai kalau kecelakaan pasti rutenya kita suspend sampai ada penjelasan dari KNKT," katanya menambahkan.


Sebelumnya, organisasi yang mengatasnamakan Solidaritas Pilot Indonesia membuat pernyataan beberapa waktu lalu yang berisi:
Yang terhormat teman-teman pilot dimanapun berada,
Solidaritas Pilot Indonesia memang bukan sebuah organisasi formal, tetapi hadir mewakili "Pilot Indonesia yang prihatin dan peduli terhadap kondisi dunia penerbangan Indonesia, khususnya terhadap harkat dan martabat profesi pilot".


Hasil kesepakatan dalam pertemuan Solidaritas Pilot Indonesia:
1. Industri Penerbangan adalah usaha dengan padat teknologi dan padat modal yang dikelola dengan berlandaskan Rules and Regulation UU No.1/2009 Penerbangan, CASR dan ICAO Annex 1 s/d 19.

2. Dalam hal terjadi kecelakaan pesawat terbang yang tergolong serius incident dan accident, maka institusi yang berwenang untuk melakukan investigasi adalah KNKT sesuai UU No. 1/2009.

3. Dalam hal proses investigasi,  KNKT belum memberikan kesimpulan akhir (final report) berdasarkan standard and recomended practices Annex 13 ICAO, maka tidak ada pejabat/institusi lain yang berhak memberikan judgment tentang sebab-sebab utama kecelakaan.

4. Dalam melakukan proses investigasi KNKT tidak boleh di intervensi apalagi diarahkan untuk mencari siapa yang bersalah dan dijatuhi hukuman karena investigasi tidak bersifat punitive, melainkan bertujuan untuk menerbitkan  rekomendasi agar peristiwa serupa tidak terjadi dimasa depan. Apabila sejak dini ada tanda-tanda awal yang menjurus pada "gross negligence, wilful violations and destructive acts"(prinsip Just Culture), maka untuk keperluan ini UU No. 1/2009 tentang Penerbangan telah mengamanatkan pembentukan Majelis Profesi Penerbangan.

5. Human Error sebagai tanda awal sebab kecelakaan belum berarti pilot bersalah, karena kecelakaan pesawat terbang tidak pernah terjadi oleh penyebab tunggal. Ada mata rantai penyebab yang perlu diteliti dengan cermat. Setiap kejadian yang diduga Human Error, yang harus ditelusuri adalah kenapa Human Error tersebut bisa terjadi, sehingga bisa dicarikan pencegahan untuk kesalahan yang serupa dimasa yang akan datang.

6. Ucapan dan tindakan yang menyudutkan dan seolah menghukum pilot dan kru pesawat dalam kecelakaan pesawat adalah keliru dan tidak sesuai dengan UU, ICAO Annex, dan CASR.
7. Pernyataan pihak yang memojokkan pilot dan maskapai penerbangan  sebelum investigasi KNKTselesai jelas menyimpang dari etika dan tidak sesuai Rules and Regulation dunia penerbangan.

8. Kejadian yang baru saja menimpa Aviastar dan Helikopter PAS, bahwa belum selesainya proses investigasi, tetapi sudah ada pernyataan yang menyudutkan Pilot yang melakukan pelanggaran adalah berpotensi mengarahkan hasil dan rekomendasi KNKT secara tidak prosedural.

9. Selayaknya, sebagai orang yang santun dan beretika, agar Menteri Perhubungan serta Pejabat Negara Terkait yang Membuat Pernyataan tersebut, meminta maaf kepasa keluarga korban dan pilot yang menjadi korban kecelakaan dan meminta maag kepada seluruh pilot Indoesia atas pernyataannya terdahulu yang telah menyinggung harkat dan martabat Pilot Indonesia.

10. Sekali lagi Solidaritas pilot Indonesia adalah para Pilot Indonesia yang prihatin dan perduli dengan kondisi dunia penerbangan Indonesia dan mengharapkan perbaikan dunia penerbangan Indonesia.